Malang – Warta PJ. Pilot project Pemerintah Pusat untuk pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan sampah pasar yang ditangani KUD Karangploso kini sudah tidak jalan. Ironisnya, produksi pupuk organik tersebut hanya berjalan setahun dan setelah itu peralatan “mangkrak” karena terbentur biaya operasional juga minimnya ketersediaan bahan baku sampah pasar, khususnya sampah jenis non plastik.
Peralatan produksi yang semula dibiayai dari APBN dan telah dihibahkan ke KUD Karangploso oleh Kemenkop dan UKM RI itu, saat ini menjadi besi tua yang tersimpan di gudang KUD. Mangkraknya peralatan tersebut, kata Abdul Mujib, pengurus KUD Karangploso di kantornya, Senin (7/10/2024), selain kurang komitmennya UPTD Kab. Malang dan instansi terkait, juga karena tingginya biaya untuk memproses sampah pasar sampai menjadi granul yang harus dibiayai sendiri oleh KUD.
Menurut Abdul Mujib, mestinya instansi terkait tidak cukup membantu peralatan mesin saja, tapi juga terlibat dalam pembiayaan operasional dan bisa memfasilitasi dengan pabrikan agar hasil proses yang telah menjadi granul langsung bisa diambil pabrikan.
“Sebenarnya dari segi kualitas hasil granul kita jauh lebih baik dan di plot juga cukup berhasil, tapi kurang laku karena untuk mengubah mindset petani agar menggunakan pupuk organik masih butuh proses panjang,” tambah Abdul Khodim.
Alat Proses
Seperti dikatahui bahwa Pemerintah pusat pada 2009 silam, memberikan bantuan berupa alat pemroses sampah, yang dananya dari APBN, sementara pengelolaan sepenuhnya ditangani KUD Karangploso. Untuk pengolahan sampah menjadi pupuk organik, pemerintah menunjuk dua propinsi, yaitu Jawa Timur (KUD Karangploso) dan Bali (Kabupaten Bangli). Pengelolaan sampah ini awalnya diharapkan menjadi peluang usaha bagi KUD, karena saat ini diprediksikan, ada perubahan selera dalam maupun luar negeri untuk mengonsumsi produk sehat yang tidak terkontaminasi oleh unsur kimia.
Pada mulanya Pupuk organik buatan KUD Karangploso (Metroganik) cukup memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut diakui Made Anggraeni, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Malang, yakni berasal dari sampah organik yang dipilih secara cermat dan dikomposisikan dengan limbah peternakan sehingga diperoleh C-organik min 20% dan C/N rasio (12%-25%). Sampah dikelola dengan menggunakan bioaktivator berkualitas, sehingga dapat menambah jumlah bakteri yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Olahan pupuk yang dihasilkan juga tidak mengandung bahan kimia, sehingga dapat digunakan pada pertanian organik. Dengan pupuk itu, penyerapan oleh tanaman bersifat slow release, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama. “Ekonomis mengingat harga, kualitas dan manfaat meningkatkan mutu lahan pertanian,” ujarnya. Sayangnya, dengan biaya operasional yang tinggi dan ditambah sulitnya bahan baku, menyebabkan produksi berhenti. (Fat)