KUD-KUD tampaknya perlu merapatkan barisan dengan munculnya statemen pemerintah Prabowo lewat Kementerian Koperasi pimpinan Budi Aria Setiadji untuk membentuk Koperasi Desa Merah Putih di 70 ribu desa yang ada di Indonesia. Tampaknya, KUD bener-bener diuji kemandiriannya untuk tetap bisa eksis pasca orde baru. Setiap ganti pemerintahan (pasca reformasi) kebedaraan KUD selalu dipandang sebelah mata, ironisnya setiap ganti pemerintahan selalu memunculkan gagasan untuk membentuk koperasi baru ditingkat desa yang notabane ranah KUD. Apakah Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi solusi atau sekadar proyek ambisius lainnya? Hanya waktu yang akan menjawab.
Surabaya – Warta PJ. Diketahui bahwa Pemerintah Indonesia, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, berencana membentuk sekitar 70.000 hingga 80.000 Koperasi Desa (Kop Des) Merah Putih di seluruh wilayah Indonesia. Inisiatif yang merupakan hasil Ratas Kabinet, bertujuan untuk memperkuat perekonomian pedesaan dengan menyerap hasil pertanian lokal dan memotong rantai distribusi yang selama ini merugikan produsen dan konsumen.
Dalam jumpa pers yang dipimpin Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, pemerintah menjelaskan bahwa Kop Des Merah Putih akan berperan sebagai agregator hasil pertanian, membantu petani mendapatkan harga yang lebih adil di pasar. Program ini diharapkan juga untuk mendukung program Makan Bergizi Nasional. KopDes Merah Putih akan mendapat dukungan dana dari APBN, Dana Desa, serta pembiayaan perbankan Himbara, dengan perkiraan kebutuhan modal awal sekitar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar per koperasi.
“Kita ingin koperasi ini menjadi solusi konkret bagi petani dan UMKM desa, bukan sekadar wacana,” ujar Zulhas dalam konferensi pers di Jakarta.
Sementara itu, Menteri Koperasi dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa KopDes Merah Putih akan dibangun melalui tiga pendekatan utama, yaitu (1) Membangun koperasi baru di desa-desa yang belum memiliki lembaga tersebut; (2) Merevitalisasi koperasi yang sudah ada namun belum beroperasi secara maksimal; dan (3) Mengembangkan kapasitas dan cakupan layanan koperasi yang sudah ada.
Jumpa Pers dipimpin Menteri Koordinasi Bidang Pangan, Zulkifli Hasan
Meski tampak menjanjikan, inisiatif ini mengundang perdebatan. Pasalnya, desa-desa di Indonesia sudah memiliki berbagai lembaga ekonomi, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), serta kelompok tani dan nelayan. Apakah Kop Des Merah Putih akan memperkuat ekosistem ini, atau justru menjadi entitas baru yang berisiko menambah beban administrasi dan operasional desa?
Jangan sampai rencana yang diharapkan menjadi solusi baru malah menjadi sumber masalah baru. Selama ini sudah ada lembaga-lembaga ekonomi yang eksis di desa, seperti KUD, BUMDesa, KSP, Gapoktan, KUBE, dan sebagainya. Sejak 2014, ribuan BUMDes telah berdiri di seluruh Indonesia, mengelola berbagai sektor mulai dari perdagangan hingga pariwisata desa. Banyak yang sukses, tetapi tak sedikit yang menghadapi tantangan tata kelola dan keberlanjutan usaha. Jika BUMDes sudah ada, mengapa tidak diperkuat alih-alih membentuk entitas baru?
Koperasi Unit Desa (KUD) pernah menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan di era Orde Baru, tetapi kini banyak yang mati suri karena selalu dipinggirkan pada setiap ganti pemerintahan. Jika koperasi baru tidak dikelola dengan baik, ada kekhawatiran bahwa Kop Des Merah Putih akan mengalami nasib serupa.
Nampaknya rencana ini sudah mendapatkan tanggapan dan tantangan di awalnya. Salah satunya dari Ketua Nasional Perserikatan BUMdesa Indonesia (PBI), Saryanta
“Jika Kop Des Merah Putih menjadi pemain baru dalam distribusi hasil pertanian, bagaimana nasib pedagang tradisional, serta BUMDes dan koperasi lain yang sudah lebih dulu beroperasi? Apakah ini akan menciptakan monopoli baru atau benar-benar menyejahterakan desa?,” kata Saryanta.
Masih menurut Saryanta, jika program baru ini menggunakan angaran dana desa akan menjadi kebingungan arah efektivitas penggunaan dana desa. Misalnya Kepmendes no 3 tahun 2025 bahwa dana ketahanan pangan dikelola oleh BUMDesa, bukannya fokus bagaimana menjalankan tetapi sudah membuka wacana baru.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang misalnya terkait dengan pendanaan dan keberlanjutan. Jika setiap koperasi membutuhkan modal awal hingga 5 miliar, dari mana alokasi dana ini? Jika bersumber dari Dana Desa, apakah ini tidak akan mengorbankan program lain yang sudah berjalan? Jika bersumber dari skema pembiayaan yang bersumber dari Himbara, apakah tidak akan menjadi beban baru bagi desa dengan penambahan hutang?
Banyak koperasi di Indonesia gagal karena lemahnya manajemen dan pengawasan. Bagaimana pemerintah memastikan bahwa koperasi yang baru ini tidak hanya lahir di atas kertas, tetapi benar-benar berjalan dengan baik?
Koperasi Desa Merah Putih bisa menjadi solusi bagi ekonomi desa jika dirancang dengan pendekatan yang matang dan berbasis kebutuhan lokal. Namun, tanpa kajian mendalam dan koordinasi dengan lembaga ekonomi yang sudah ada, program ini bisa menjadi proyek besar yang berisiko tumpang tindih atau bahkan gagal di tengah jalan.
Masyarakat desa menunggu bukan hanya program baru, tetapi juga evaluasi dari inisiatif sebelumnya agar strategi pembangunan ekonomi benar-benar memberikan manfaat yang berkelanjutan. *(Fathoni)